Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menetapkan awal bulan Ramadan 1447 Hijriah jatuh pada tanggal 18 Februari 2026. Penetapan ini didasarkan pada hasil hisab hakiki yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah, dengan merujuk pada Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT).
Keputusan ini diumumkan melalui maklumat yang menjelaskan rincian proses perhitungan astronomis yang telah dilakukan. Dalam maklumat tersebut, dijelaskan bahwa ijtimak menjelang Ramadan diperkirakan terjadi pada tanggal 17 Februari 2026, pukul 12:01:09 UTC.
Selanjutnya, dijelaskan bahwa saat matahari terbenam pada hari ijtimak tersebut, kriteria visibilitas hilal belum terpenuhi di wilayah mana pun. Meskipun demikian, setelah tengah malam UTC, ada wilayah di Amerika yang sudah memenuhi syarat munculnya hilal.
Oleh karena itu, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1447 H jatuh pada 18 Februari 2026, yang juga berlaku serentak secara global. Penetapan ini menunjukkan komitmen Muhammadiyah dalam mempergunakan ilmu hisab untuk pengaturan ibadah umat Islam di Indonesia.
Ilmu hisab yang diterapkan oleh Muhammadiyah telah menjadi rujukan dalam menentukan awal bulan kamariah, termasuk Ramadan. Metode ini berbeda dengan pendekatan rukyat yang mengandalkan pengamatan langsung terhadap hilal.
Pentingnya Metode Hisab dalam Penetapan Ramadan
Muhammadiyah telah menjadi pelopor dalam pengembangan dan penggunaan ilmu hisab untuk menentukan waktu ibadah. Metode ini mengadopsi perhitungan matematis dan astronomis yang lebih presisi dibandingkan dengan pengamatan langsung.
Beberapa kalangan menganggap bahwa hisab masih bersifat teoritis dan spekulatif, karena berbagai faktor astronomis dapat mempengaruhi hasilnya. Namun, Muhammadiyah percaya bahwa dengan kemajuan ilmiah saat ini, metode hisab memberikan kepastian yang lebih tinggi dalam menentukan awal bulan hijriah.
Satu titik penting dalam penggunaan hisab adalah bahwa ia dirasa dapat mengurangi perdebatan yang sering terjadi saat penetapan awal bulan. Dengan adanya penetapan yang jelas dan berbasis ilmu pengetahuan, diharapkan masyarakat dapat melaksanakan ibadah dengan lebih tenang.
Seiring berjalannya waktu, telah banyak penelitian yang mendukung akurasi metode hisab. Dengan teknologi modern, posisi dan ketinggian bulan dapat diprediksi dengan sangat akurat, sehingga pertentangan yang sering muncul dapat diminimalisir.
Keterbukaan Muhammadiyah dalam menerima masukan dan diskusi mengenai hisab juga menjadi nilai tambah. Proses ini tidak saja melibatkan tokoh-tokoh agama, tetapi juga ilmuwan dan astronom yang telah berpengalaman dalam bidangnya.
Tantangan dalam Praktik Rukyat dan Hisab
Meskipun hisab menjadi metode yang diyakini banyak anggota Muhammadiyah, terkadang masih ada pro kontra mengenai keakuratan metode ini. Misalnya, beberapa kalangan lebih cenderung pada metode rukyat yang melibatkan pengamatan langsung.
Beberapa ulama berpendapat rukyat lebih memiliki nilai spiritual karena melibatkan iman dan kepercayaan. Mereka beranggapan bahwa tanda-tanda alam lebih bisa dijadikan pedoman dibandingkan perhitungan matematis.
Namun, penetapan melalui rukyat sering kali memunculkan ketidakpastian, terutama ketika kondisi cuaca tidak mendukung. Hal ini membuat masyarakat sering mengandalkan pengumuman dari berbagai lembaga yang berbeda.
Melihat tantangan ini, Muhammadiyah terus berusaha untuk menjelaskan dan sosialisasi tentang manfaat metode hisab kepada masyarakat luas. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik mengenai kedua metode tersebut.
Selain itu, dialog antar instansi keagamaan juga diperlukan untuk mencapai kesepakatan bersama, sehingga umat dapat bersatu dalam pelaksanaan ibadah, terlepas dari perbedaan metode yang digunakan.
Peran Teknologi dalam Penentuan Awal Ramadan
Kemajuan teknologi informasi telah membawa dampak signifikan dalam penentuan awal bulan hijriah. Alat-alat astronomi modern membantu meningkatkan ketepatan perhitungan dan memudahkan pengumuman hasil kepada publik.
Penggunaan aplikasi berbasis mobile untuk menghitung posisi bulan dan waktu terlihatnya hilal juga semakin populer di kalangan masyarakat. Hal ini membuat informasi lebih cepat dan akurat tersebar di tengah masyarakat.
Sebagai contoh, beberapa aplikasi kini memungkinkan pengguna untuk mendapatkan informasi tentang waktu-waktu penting dalam ibadah, termasuk awal Ramadan. Fasilitas ini membuat jadwal ibadah lebih terencana dan terjamin akurasinya.
Penggunaan teknologi juga membantu dalam melakukan sosialisasi pemahaman tentang hisab. Melalui seminar virtual dan media sosial, informasi mengenai keputusan dan penjelasan tentang metode hisab dapat diakses lebih mudah oleh banyak orang.
Keberadaan teknologi ini menjadi jembatan komunikasi antara lembaga agama dan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat bisa mendapatkan informasi yang akurat dan tepat waktu mengenai ibadah mereka.
