Polda Jawa Timur baru-baru ini menyita sejumlah barang bukti dari rumah seorang aktivis asal Yogyakarta, M Fakhrurrozi, yang lebih dikenal dengan nama Paul. Penangkapan ini terjadi pada Sabtu, 27 September 2025, di kediamannya di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan dilakukan terkait dugaan penghasutan aksi demonstrasi di Kediri.
Kabid Humas Polda Jatim Kombes Jules Abraham Abast menjelaskan bahwa dalam penggeledahan tersebut, pihak kepolisian berhasil menemukan beberapa barang penting seperti perangkat elektronik, dokumen, dan buku yang berkaitan dengan aktivitas Paul. Barang bukti utama yang disita meliputi ponsel, laptop, tablet, serta beberapa kartu ATM dan satu buku tabungan.
“Barang-barang yang disita memang mencakup perangkat komunikasi dan dokumen keuangan. Namun ada beberapa buku yang tidak terkait langsung dengan kasus ini yang kemungkinan besar akan dikembalikan,” ujarnya di Mapolda Jatim, Surabaya, Senin (29/9).
Proses Penangkapan dan Penyitaan Barang Bukti
Proses penangkapan terhadap Paul menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai legalitas tindakan kepolisian. Dalam penangkapannya, petugas juga menemukan beberapa buku di rumah Paul, namun setelah pemeriksaan awal, buku-buku tersebut dianggap tidak terkait dengan kasus yang sedang ditangani.
Jules menyatakan bahwa tindakan ini harus dilakukan untuk menjaga barang bukti agar tidak hilang. “Ini semua dilakukan untuk kepentingan penyidikan, menghindari potensi penghilangan barang bukti,” tambahnya.
Polda Jatim menetapkan Paul sebagai tersangka setelah adanya gelar perkara yang dilakukan sehari sebelum penangkapannya. Hal ini menimbulkan tanda tanya mengenai apakah prosedur hukum telah diikuti dengan benar dalam kasus ini.
Pandangan LBH Surabaya Terhadap Penangkapan
Direktur LBH Surabaya, Habibus Shalihin, mengungkapkan bahwa penangkapan Paul oleh pihak kepolisian menggunakan Laporan Polisi Model A, yakni laporan yang dibuat oleh anggota Polri sendiri berdasarkan pengamatan langsung. Ia menegaskan bahwa Paul tidak menerima pemanggilan sebelumnya, padahal hal itu merupakan prosedur dasar dalam hukum acara pidana.
Habibus menilai bahwa penggunaan Laporan Polisi Model A dalam penangkapan ini menunjukkan kelemahan prosedural. “Penangkapan harus berdasar dua alat bukti, dan klien kami tidak diberi tahu tentang statusnya,” ucapnya dengan tegas, menunjukkan adanya pelanggaran hukum yang seharusnya diperhatikan.
Lebih lanjut, LBH Surabaya berpendapat bahwa penetapan tersangka terhadap Paul melanggar prosedur, khususnya yang berkaitan dengan dua alat bukti dan pemanggilan pemeriksaan sebelumnya. “Ini merupakan pelanggaran terhadap hak-hak hukum yang seharusnya dijamin,” kata Habibus.
Pentingnya Menghormati Prosedur Hukum dalam Penangkapan
Pelanggaran prosedur dalam penangkapan dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum. Proses yang tidak transparan dapat menciptakan persepsi negatif di kalangan masyarakat tentang keadilan dan kebenaran dalam penyidikan. Penegakan hukum yang baik harus tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan prosedur yang berlaku.
Habibus menyebutkan bahwa seharusnya sebelum menjadi tersangka, seorang individu wajib memenuhi syarat pemanggilan dan pemeriksaan sebagai saksi. “Ini penting untuk menjamin keadilan dan kesempatan bagi individu untuk memberikan klarifikasi,” ungkapnya.
Dalam konteks ini, kasus Paul memberikan pelajaran berharga mengenai pentingnya mengikuti prosedur hukum yang benar dalam sistem peradilan, terutama dalam penegakan hukum di bidang aktivisme dan politik.
Krisis Kepercayaan Publik Terhadap Penegakan Hukum di Indonesia
Penanganan kasus ini berfungsi sebagai refleksi terhadap sistem peradilan di Indonesia. Pengabaian terhadap prosedur hukum dapat mengakibatkan pengrusakan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum. Hal ini sangat penting untuk dicermati oleh masyarakat agar bisa bersama-sama mengawasi dan mewujudkan penegakan hukum yang adil dan transparan.
Perlu ada dialog terbuka antara pihak berwenang dan masyarakat untuk menjelaskan bagaimana kasus-kasus serupa akan ditangani di masa depan. Upaya untuk memperbaiki hubungan antara penegak hukum dan masyarakat menjadi sangat krusial agar keadilan dapat dijalankan dengan baik.
Sebagai penutup, tindakan mendatangi berita acara yang transparan dan akuntabel dalam setiap penangkapan akan sangat membantu untuk memulihkan kepercayaan publik. Pihak-pihak terkait harus bersikap proaktif dalam menangani kasus ini, demi kepentingan keadilan dan legitimasi hukum yang lebih baik di mata masyarakat.