Banjir yang melanda Kota Semarang, Jawa Tengah, telah berlangsung selama beberapa hari, menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi masyarakat setempat. Sejak Rabu, 22 Oktober, hujan deras memicu genangan air yang mengganggu kehidupan sehari-hari warganya, bahkan merenggut nyawa.
Dua korban jiwa tercatat akibat bencana ini, termasuk seorang pekerja dan seorang anak kecil. Kejadian ini menunjukkan dampak serius dari bencana alam yang sering kali diabaikan dalam perencanaan tata ruang dan sistem drainase kota.
Kepala Pelaksana BPBD Kota Semarang, Endro Pudyo Martanto, menjelaskan bahwa korban pertama adalah Eko Rusianto, seorang pekerja yang tenggelam saat membersihkan sampah di kolam retensi. Ketidakberuntungan ini terjadi ketika ia tidak mengenakan pelampung yang semestinya dipakai saat bekerja di lingkungan berair.
Fenomena Banjir yang Menghantui Kota Semarang
Banjir di Semarang bukanlah fenomena baru, tetapi intensitasnya saat ini menciptakan krisis yang semakin memburuk. Hujan yang terus menerus memberikan dampak langsung terhadap infrastruktur kota, memicu genangan yang parah di berbagai wilayah. Sebuah laporan dari BPBD mencatat lebih dari 38.180 jiwa terpaksa mengungsi atau terdampak.
Genangan air yang mencapai ketinggian 60 sentimeter telah menghalangi akses jalan utama dan memaksa warga untuk mengevakuasi diri. Daerah-daerah seperti Bangetayu Kulon dan Genuksari menjadi saksi bisu dari bencana ini, dimana masyarakat kehilangan tempat tinggal sementara dan harta benda.
Pengelolaan drainase yang kurang memadai menjadi salah satu penyebab utama banjir ini. BPBD menyebut sistem drainase yang ada tidak mampu menampung debit air hujan yang sangat tinggi, terutama saat melimpahnya aliran sungai-sungai di sekitarnya.
Korban Jiwa dan Seruan Waspada
Kehilangan dua nyawa tragis dalam bencana kali ini menambah daftar panjang korban bencana di Indonesia. Eko Rusianto, yang terjatuh di kolam retensi, adalah salah satu peringatan bagi masyarakat tentang bahaya aktivitas di dekat air selama musim hujan. Anak kecil yang juga tenggelam menyoroti risiko yang dihadapi anak-anak yang tidak memahami bahaya tersebut.
Endro memberikan imbauan kepada masyarakat untuk menjauh dari aliran sungai dan area berbahaya lainnya. Tindakan pencegahan seperti ini diharapkan bisa menyelamatkan nyawa lain, terutama anak-anak yang sering kali bermain di dekat area terlarang.
Informasi tentang penyelamatan kedua korban di ruang jenazah Rumah Sakit Islam menambah kesedihan bagi keluarga dan masyarakat. Kejadian serupa bisa saja dihindari jika kesadaran akan risiko banjir lebih ditingkatkan.
Dampak Banjir terhadap Infrastruktur dan Pertanian
Infrastruktur kota Semarang juga mengalami kerusakan besar akibat banjir. Banyak jalan yang terendam menjadikan layanan transportasi terhambat, mengganggu aktivitas ekonomi dan mobilitas warga. Hal ini menunjukkan betapa rawannya kota besar saat terjadi bencana alam yang berulang.
Tidak hanya di Semarang, tetapi Kabupaten Grobogan juga terkena imbas dari hujan deras yang melanda. Dengan lebih dari 2.263 rumah terendam, lahan pertanian seluas 285 hektare mengalami kerusakan. Para petani harus menghadapi kerugian yang bisa mengganggu ketahanan pangan daerah tersebut.
Di Kecamatan Gubug, tanggul Kali Tuntang yang jebol semakin memperburuk situasi. Kerusakan ini bahkan berdampak pada jalur kereta api, mengganggu perjalanan yang biasanya lancar, serta menjadi tantangan berat bagi pemerintah dalam hal pemulihan dan perbaikan infrastruktur.
